PERMASALAHAN
PENDIDIKAN PESANTREN
Makalah ini
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
:
Ilmu Pendidikan
Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu
: Dr. H. Tasman Hamami, M.A.
Disusun Oleh:
F Miftahul
Khasanah (13410051)
F Fauzul
Murtafi’ah (13410052)
F Muhammad Sholeh
HSB (13410076)
PAI B
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur ke hadirat Allah SWT sayapersembahkan, karena hanya dengan bimbingan
dan petunjuk-Nya Makalah Permasalahan Pendidikan Pesantren ini dapat terselesaikan.
Proses
pembentukan pendidikan pesantren sebagai lembaga yang berubah-ubah
tersebut tidak hanya terjadi sebagai upaya untuk menjajarkan pesantren dengan
lembaga pendidikan lain yang berada di tanah air, tetapi juga untuk
menyelaraskan dirinya dengan lembaga pendidikan Islam sejenis yang tumbuh dan
berkembang di negeri-negeri Islam. Semua itu tidak terlepas dari sebuah
perubahan kurikulum dan metode pengajarannya.
Dalam makalah
ini materi disusun secara urut dan bertahap, sehingga mahasiswa dapat dengan
mudah memahami isi-isi materi yang telah disusun. Adapun materi yang telah
dibahas dan disusun adalah makalah hasil diskusi kami. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah wawasan tentang permasalahan pendidikan pesantren, sehingga akan lebih menunjang mahasiswa untuk mengetahui
bagaimana permasalahan
pendidikan pesantren. Dan semoga
bermanfaat bagi semua yang terlibat dalam penyelesaian makalah ini, dengan
iringan do’a semoga Allah senantiasa memberikan bimbingan kepada kita sehingga
kita dapat melaksanakan sesuatu menurut jalan-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Yogyakarta,
03 Mei
2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
A. Pengetian Pendidikan Pesantren..........................................................
B. Metode Pendidikan Pesantren.......................................................................
C. Kurikulum dalam Pendidikan Pesantren........................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................
A. Simpulan .......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
adalah salah satu cara yang dianggap paling efektif untuk mencapai segala
tujuan kehidupan. Salah satu sistem pendidikan yang terkemuka di Indonesia
adalah pondok pesantren. Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan
yang diakui oleh masyarakat, dengan sistem asrama dimana santri-santri menerima
pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah.
Di dalam sejarah Pendidikan Nasional,
pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang sangat besar pengaruh
dan peranannya dalam pendidikan moral bangsa. Sebagai lembaga tafaqquh fi
al-din yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pengajaran dan pendidikan
ilmu-ilmu atau syari’at agama Islam, pesantren hingga sekarang mempunyai daya
tarik tersendiri, baik dari sosok luarnya, kehidupan sehari-harinya, potensi
dirinya, isi pendidikannya, sistem dan metodenya, semua menarik untuk dikaji.
Pesantren tumbuh dari bawah, atas kehendak
masyarakat yang terdiri atas: kiai, santri, dan masyarakat sekitar termasuk,
dan terkadang perangkat desa. Diantara mereka, kiai memiliki peran paling
dominan dalam mewujudkan sekaligus mengembangkannya. Akhirnya, pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam paling otonom yang tidak bisa diintervensi
pihak-pihak-pihak luar kecuali atas izin kiai.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pendidikan pesantren?
2. Bagaimana metode pendidikan pesantren?
3. Bagaimana kurikulum dalam pendidikan pesantren?
C. Tujuan
1. Mengetahui pendidikan pesantren.
2. Mengetahui metode pendidikan pesantren.
3. Mengetahui kurikulum dalam pendidikan
pesantren.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Pesantren
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh
pendidik untuk mengubah tingkah laku manusia, baik secara individu maupun
kelompok untuk mendewasakan manusia tersebut melalui proses pengajaran dan
proses pelatihan.[1]
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua yang
berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat
islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat muslim di Indonesia.
Istilah pondok pesantren pertama kali dikenal di Jawa, di Aceh dikenal dengan
rangkah dan dayah, di Sumatra Barat dengan surau.[2]
Beberapa tokoh berpendapat mengenai pengertian pesantren antara
lain yaitu, menurut A. H. Johns, kata santri berasal dari bahasa Tamil yang
berarti guru ngaji. Sedangkan C.C. Berg berpendapat bahwa santri berasal dari
bahasa India, yaitu: “shastri” yang berarti buku suci, buku-buku agama
tentang pengetahuan. Kata pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana
yang terbuat dari bambu. Disamping itu kata pondok juga mujngkin juga berasal
dari bahasa Arab, “funduq” yang berarti hotel atau asrama. Sedangkan
pesantren menurutpengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri,dengan
demikian, perkataan pesantren adalah berasal dari kata santri, yang dengan
awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat
tinggal para santri.[3]
Pendapat di atas diperkuat dengan pendapat Soegarda Poerbakawatja
yang menjelaskan bahwa pesantren berasal dari kata santri, yaitu seorang yang
belajar agama islam, sehingga pesantren dapat disimpulkan sebagai tempat
berkumpulnya untuk belajar agama Islam. Sedangkan menurut Manfred Ziemek asal
etimologi pesantren adalah pe-santri-an, “tempat santri”.[4]
v Jenis-Jenis
Pondok Pesantren
Menurut Prof. Dr. H.M Ridlwan Nasir, M.A. ada lima klasifikasi
pondok pesantren yaitu:
1.
Pondok pesantren salaf/klasik yaitu pondok pesantren yang
didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan sistem
klasikal (madrasah) salaf.
2.
Pondok pesantren semi berkembang yaitu pondok pesantren yang
didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan sistem
klasikal (madrasah) swasta dengan kurikulum 90% agama dan 10% umum.
3.
Pondok pesantren berkembang yaitu pondok pesantren seperti semi
berkembang, hanya saja sudah lebih bervariasi dalam bidang kurikukulumnya,
yakni 70% agama dan 30% umum. Disamping itu juga diselenggarakan madrasah SKB
Tiga Menteri dengan penambahan diniyah.
4.
Pondok pesantren khalaf/modern yaitu pondok pesantren yang hamper
sama dengan pondok pesantren berkembang, hanya saja sudah lebih lengkap lembaga
pendidikan yang ada di dalamnya, antara lain diselenggarakannya sistem sekolah
umum dengan penambahan diniyah (praktek membaca kitab salaf), perguruan tinggi
(baik umum maupun agama), bentuk koperasi dilengkapi denga takhasus (bahasa
Arab dan Inggris)
5.
Pondok pesantren ideal yaitu sebagaimana bentuk pondok pesantren
modern hanya saja lembaga pendidikan yang ada lebih lengkap, terutama bidang
keterampilan yang meliputi pertanian, teknik, perikanan, perbankan dan
benar-benar memperhatikan kualitasnya dengan tidak menggeser ciri khusus
kepesantrenannya yang masih relevan dengan kebutuhan masyarakat/ perkembangan
zaman. Dengan adanya bentuk tersebut diharapkan para alumni pondok pesantren
benar-benar berpredikat khalifah fil ardli.
Pondok pesantren yang ideal adalah pondok pesantren yang mampu
mengantisipasi adanya pendapat yang mengatakan bahwa alumni pondok pesantren
tidak berkualitas. Oleh sebab itu, sasaran yang diperbaruhi adalah mental,
yakni mental manusia dibangun hendaknya diganti dengan mental membangun.
Adapun ciri-ciri mental membangun adalah:
1)
Sikap terbuka, kritis, suka menyelidiki, bukan mentalitas mudah
menerima tradisi, takhayul atau otoritas modern sekalipun, di samping itu juga
mjau dikritik.
2)
Melihat kedepan.
3)
Lebih sabar, teliti dan lebih tahan bekerja.
4)
Mempunyai inisiatif dalam memperguanakan metode baru.
5)
Bersedia bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang loebih modern,
misalnya koperasi, perbankan, dan lainnya.[5]
Dengan memperbaharui mental ini, maka berakibat pembaharuan
kurikulum pondok pesantren. Karena sampai saat ini, sebagian sistem pendidikan
dan pengajaran pondok pesantren lebih banyak ditekankan pada agama, mental dan
intelek. Pendidikan yang berhubungan dengan keterampilan kerja tangan belum
mendapat perhatian. Oleh sebab itu, perlu adanya peningkatan dalam memberikan
pelajaran-pelajaran yang menimbulkan keterampilan kerja tangan sehingga dapat
melahirkan teanga-tenaga produsen, bukan tenaga-tenaga konsumen.
Akibat dari mengesampingkan keterampilan kerja tangan dan hanya
mengutamakan pendidikan dan pengajaran mental dan intelek, maka pendidikan
menimbulokan hal-hal berikut:
a)
Menimbulkan intelektualisme, membanggakan kecerdasan intelek, dan
kurang menghargai kerja tangan yang dianggap sebagai kerja kasar, karena
mengotori tangan.
b)
Menimbulkan priyayi-isme yakni keinginan untuk menjadi pegawai, dan
enggan untuk bekerja sendiri.
c)
Terlalu mementingkan ijazah, sehingga kadang-kadang berusaha untuk
memperoleh ijazah d3engan jalan tidak wajar.
d)
Dan untuk menjadi pegawai negeri, sehingga madrasah dalam pondok
pesantren minta “diakui” dan “disamakan” atau dinegerikan. Itulah semangat
“etatisme”, bahwa segala sesuatu itu harus diatur oleh pemerintah, juga bidang
pendidikan.[6]
v Tujuan
Pesantren
Tujuan umum dari pesantren dilihat dari segi
otonominya adalah untuk melatih para santri memiliki kemampuan
mandiri.sedangkan dari sudut keterpaduan aspek perilaku dan intelektual adalah
membentuk kepribadian ,memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan pengetahuan.
Sekarang ini
tujuan dari pesantren sudah diperluas,yaitu untuk mendidik para santri agar
kelak dapat mengembangkan dirinya menjaddi”ulama intelektual” (ulama yang
mengetahui pengetahuan umum) dan “intelektual ulama”(sarjan dalam bidang
pengetahuan umum yang juga menguasai pengetahuan islam.
Adapun tujuan khusus pesantren ialah sebagai berikut:
a)
Mendidik santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim
yang bertaqwa kepada Allah SWT ,berakhlak mulia,memiliki kecerdasan
,keterampilan,sehat lahir batin sebagai warga negNegarang berpancasila,
b)
Mendidik santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader
ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas tabah dan mengamalkan sejarah islam
secara utuh dan dinamis
c)
Mendidik santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal
semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusioa-manusia pembangunan yang
dapat membangun dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan
Negara.
d)
Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro(keluarga) dan
regional(masyarakat lingkungannya)
e)
Mendidik santri aagar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam
berbagai sector pembangunan ,khususnya pembangunan mental-spiritual.
f)
Mendididk santri untuk membantu menngkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.
Tujuan
yang dimiliki pesantren tidak dirumuskan secara tertulis ,namun hanya ada dalam
angan-angan.hal ini dikarenakan pengaruh budaya yang berkembang dipesantren
diman kegiatan menulis(terutama menulis ilmiah) belum menjadi tradisi
dikalangan kyai ,ustad maupun santri .[7]
B.
Metode Pembelajaran Di Pondok Pesantren
Metode pembelajaran di
pondok pesantren erat kaitannya dengan tipologi pondok pesantren sebagaimana
yang di
tuangkan dalam ciri-ciri pondok pesantren sebagaimana
yang telah di utarakan terlebih dahulu. Berangkat dari pemikiran dan kondisi pondok pesantren
yang ada, maka ada beberapa metode pembelajaran pondok pesantren
yang dapat di kemukakan di sini.
a.
Metode Pembelajaran Yang Bersifat Teradisional
Pemahaman
yang bersifat teradisional adalah kebalikan dari metode
yang modern. Metode tradisional ,
adalah berangkat dari pola pembelajaran
yang sangat sederhana dan sejak semula timbulnya,
yakni pola pembelajaran sorongan, bandongan dan wetonan dalam mengkaji kitab-kitab
agama yang di tulis oleh para ulama zaman abad pertengahan dankitab-kitab itu
di kenal dengan istilah ”kitab kuning”
1)
Sorongan
Dalam metode ini,
santri yang pandai mengajukan sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca
di hadapan kyai. Metode sorongan ini terutama dilakuakan oleh
santri-santri khusus yang memiliki kepandaian lebih. Di sinilah seorang santri
bisa dilihat kemahirannya dalam membaca kitab dan menafsirkannya atau
sebaliknya.
2)
Wetonan
Metode pembelajaran dengan wetonan dilaksanakan dengan jalan kyai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan santri dengan membawa kitab
yang sama mendengarkan dan menyimak bacaan kyai.
Dalam metode semacam ini tidak dikenal absensinya. Artinya,
santri boleh datang
boleh tidak, juga tidak ada ujian.
3)
Bandongan
Metode pembelajaran yang serangkai dengan metode sorongan dan watonan
adalah bandongan yang dilakuakan saling kait mengait dengan yang sebelumnya.
Metode bandongan, seorang santri tidak harus menunjukkan bahwa ia mengerti
pelajaran yang sedang di hadapi. Para kyai biasanya membaca dan menterjemahkan
kata-kata yang mudah.
4)
Muhawarah
Muhawarah adalah suatu kegiatan becakap
–cakap dengan bahasa arab
yang diwajibkan pesantren kepada para santri selama mereka tinggal
di pondok. Di beberapa pesantren,
latihan muhawarah atau muhadathah tidak diwajibkan setiap hari,
akan tetapi hanya satu hari atau dua hari dalam seminggu, yang di gabungkan dengan latihan muhadharah khithabah,
yang tujuannya adalah melatih para santri berpidato.
5)
Mudhakarah
Mudhakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara sepesipik membahas
masalah spesifik membahas masalah diniyah, seperti ibadah dan akidah serta masalah-masalah
agama pada umumnya. Pada saat mudhakarah inilah para santri menguji
keterampilannya mengutip sumber-sumber argumentasi dalam kitab-kitab
klasik.Mereka dinilai kyai cukupm atang untuk menggali sumber-sumber referensi.
6)
Majelis Ta’lim
Majelis ta’lim adalah suatu media penyampaian ajaran islam yang bersifat
umum dan terbuka. Para jama’ah terdiri dari beberapa lapisan yang memiliki
latar belakang pengetahuan yang bermacam-macam, dan tidak dibatasi oleh
tingkatan usia maupun perbedaan kelamin.
b.
Metode Pembelajaran Yang Bersifat Modren
Di dalam perkembangannya, pondok pesantren tidaklah semata-mata tumbuh atas
pola lama yang bersifat teradisional dengan keenam metode pembelajaran di atas,
melainkan di lakukan suatu inovasi dalam pengembanagan suatu sistem. Di samping
metode tradisional yang termasuk ciri pondok-pondok salafiyah, maka gerakan
khalafiyah telah memasuki tahap perkembangan pondok pesantren. Ada beberapa
metode pembelajaran modern yang di terapkandisini, antara lain:
1)
Kelasikal
Metode pembelajaran dengan cara kelasikal adalah dengan pendirian
sekolah-sekolah, baik kelompok yang mengelola pengajaran agama maupun ilmu yang
dimaksudkan dalam kategori umum, dalam arti termasuk di dalamdisiplin ilmu-ilmu
kauni (“ijtihadi”= hasil perolehan manusia) yang berada dengan agama yang
sifatnya tauqifi (dalam arti kata langsung ditetapkan bentuk dan wujud
ajarannya).
2)
Kursus-Kursus
Metode pembelajaran yang ditempuh melalui kursus (“takasus”) ini di
tekankan pada pengembangan keterampilan berbahasa inggris, disamping itu
diadakan keterampilan yang menjurus kepada terbinanya kemampuan psikomotorik
seperti kursus menjahit, komputer, sablon, dan keterampilan lainnya.
3)
Pelatihan
Di samping metode pembelajaran klasikal dankursus-kursus, dilaksanakan juga
metode pelatihan yang menekankan pada kemampuan psikomotorik. Pola pelatihan
yang dikembangkan adalah termasuk menumbuhkan kemampuan praktis seperti:
pelatihan pertukangan, perkebunan, prikanan, manajemen koperasi dan
kerajinan-kerajinan yang mendukung terciptanya kemandirian integrative. Hal ini
erat kaitannya dengan kemampuan lain, yang cenderung lahirnya santri intlek dan
ulama yang mumpuni.
4)
Karya Wisata
Metode Karyawisata adalah metode pembelajaran yang dilaksanakan dengan jalan
mengajak anak didik keluar kelas untuk dapat memperlihatkan hal-hal atau peristiwa
yang ada hubungannya dengan pelajaran.
5) Eksperimen
Metode eksperimen adalah suatu metode pembelajaran yang melibatkan murid
untuk melakukan percobaan-percobaan pada mata pelajaran tertentu.
6) Sosiodrama
Metode sosiodrama adalah suatu metode
pembelajaran dimana guru memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan
kegiatan memainkan peran tertentu seperti terdapat dalam kehidupan masyarakat
(sosial).
7) Simulasi
Metode simulasi menekankan pada kemampuan siswa
untuk dapat berimitasi sesuai dengan obyek yang diperankan. Dalam metode ini
siswa diharapkan mampu mendapatkan kecakapan dalam bersikap dan bertindak
sesuai dengan situasi sebenarnya.
8) Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok adalah penyajian materi dengan cara pembagian
tugas-tugas untuk mempelajari suatu keadaan kelompok belajar yang sudah
ditentukan dalam rangka mencapai tujuan.
Wujud sistem pendidikan terpadu pondok
pesantren terletak pada tiga komponen dasar yaitu:
1. Belajar, yakni mempelajari jenis-jenis ilmu,
baik yang berkaitan dengan ilmu umum dan titik tekannya dengan ilmu yang
berkaitan dengan masalah-masalah ajaran agama, yang pada akhirnya dipraktekkan
dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan masyarakat atau warga pesantren di
dalam pondok pesantren.
2. Pembinaan, yang dilakukan dalam masjid sebagai
wadah pengisian rohani.
3. Praktek, maksudnya mempraktekkan segala jenis
ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh selama belajar, dan adanya
pembinaan yang dilakukan dalam masjid memungkinkan mereka untuk
memanifestasikannya dalam pondok.[8]
C.
Kurikulum Pendidikan Pesantren
Menurut KH. Ahmad Siddiq “kurikulum adalah
segala sesuatu yang menyangkut keseluruhan usaha dan kegiatan, bahkan
penciptaan suasana yang favourible menuju tercapainya tujuan pendidikan”.
Dengan demikian kurikulum pesantren adalah yang terlengkap, karena bisa
berlangsung selama 24 jam, dan tidak seperti kurikulum sekolah yang terbatas
pada beberapa jam sekolah saja, setelah itu kurikulum tidak berfungsi lagi.
Apabila ditinjau dari mata pelajaran yang
diberikan secara formal oleh pengasuh atau kyai, maka pelajaran yang diberikan
yang dianggap sebagai kurikulum adalah berkisar pada ilmu pengetahuan agama dan
segala vaknya. Yang diutamakan adalah pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan
dengan bahasa Arab (ilmu al-saraf, al-nahwu, dan ‘ilm al-‘alat yang lain) dan
ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan syari’at (‘ilm al-fiqh, baik yang
menyangkut bagian mu’amalatnya). Ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an
serta tafsiran-tafsirannya, al-Hadits beserta mustalah al-hadits, begitu juga
mengenai ‘ilm al-kalam, al-tawhid, dan sebagainya, yang termasuk pelajaran yang
sudah tinggi. Begitu pula pengajaran tentang mantiq (logika), tarikh dan
tasawuf.
Menurut abdurrahman Wahid, kurikulum yang
berkembang di pesantren selama ini memperlihatkan suatu pola tetap. Pola
tersebut dapat diringkas ke dalam pokok-pokok sebagai berikut:
1. Kurikulum itu ditunjukkan untuk mencetak ulama
dikemudian hari.
2. Struktur dasar kurikulum itu adalah pengajaran
pengetahuan agama dalam segenap tingkatannya dan pemberian pendidikan dalam
bentuk bimbingan kepada santri secara pribadi oleh kyai/gurunya.
3. Secara keseluruhan, kurikulum bersifat
lentur/fleksibel, dalam artian, setiap santri berkesempatan menyusun sendiri kurikulum
sepenuhnya atau sebagian sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Untuk mempolakan pesantren dari segi kurikulumnya, dapat dipolakan seperti
uraian berikut:
a) Pola I, materi pelajaran di pesantren ini
adalah mata pelajaran agama yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Metode
penyampaiannya adalah wetonan dan sorogan, tidak memakai sistem klasikal.
Santri dinilai dan diukur berdasarkan kitab yang mereka baca. Mata pelajaran
umum tidak diajarkan, tidak mementingkan ijazah sebagai alat untuk mencari kerja.
Yang paling dipentingkan adalah pendalaman ilmu-ilmu agama semata-mata melalui
kitab-kitab klasik.
b) Pola II, pola ini hampir sama dengan pola I,
hanya saja pada pola II, proses belajar mengajar dilaksanakan secara klasikal,
juga diberikan materi keterampilan dan pendidikan berorganisasi. Pada tingkat
tertentu, diberikan sedikit pengetahuan umum. Santri telah dibagi jenjang
pendidikan mulai dari ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah. Metode yang digunakan
adalah wetonan, sorogan, hafalan, dan musyawarah.
c) Pola III, pada pola ini materi pelajaran telah
dilengkapi dengan mata pelajaran umum, dan ditambah pula dengan memberikan
aneka macam pendidikan lainnya, seperti keterampilan, kepramukaan, olahraga,
kesenian, dan pendidikan berorganisasi, dan sebagian telah melaksanakan program
pengembangan masyarakat.
d) Pola IV, pola ini menitikberatkan pelajaran
keterampilan di samping pelajaran agama. Keterampilan ditujukan untuk bekal
kehidupan bagi seorang santri setelah tamat dari pesantren ini. Keterampilan
yang diajarkan adalah pertanian, pertukangan, peternakan dan lain-lain.
e) Pola V, pada pola ini materi yang diajarkan di
pesantren adalah sebagai berikut:
1. Pengajaran kitab-kitab klasik.
2. Madrasah, di pesantren ini diadakan pendidikan
dengan model madrasah, selain mengajarkan mata pelajaran agama, juga
mengajarkan pelajaran umum. Kurikulum madrasah pondok pesantren dapat dibagi
menjadi dua bagian, pertama, kurikulum yang dibuat oleh pondok sendiri
dan kedua, kurikulum pemerintah dengan memodifikasi materi pelajaran
agama.
3. Keterampilan juga diajarkan dengan berbagai
kegiatan keterampilan.
4. Sekolah umum, materi pelajaran umum berpedoman
pada kurikulum Departemen Pendidikan
Nasional. Sedangkan mata pelajaran agama disusun oleh pondok sendiri.
5.
Perguruan tinggi.
Dari uraian diatas dapat diambil pemahaman bahwa konsep kurikulum yang
dipergunakan dalam pondok pesantren tidak hanya mengacu pada pengertian
kurikulum sebagai materi semata, melainkan jauh lebih luas dari itu, yakni
menyangkut keseluruhan pengalaman belajar santri yang masih berada dalam
lingkup koordinasi pondok pesantren. Termasuk di dalamnya sistem pendidikan dan
pengajaran yang berlaku di pesantren, yang barangkali masih perlu adanya rekonstruksi
untuk dihadapkan pada tuntutan masyarakat, sehingga misi dan cita-cita pondok
pesantren untuk bisa berperan serta dalam pembangunan masyarakat bisa
terealisir dengan baik dan maksimal, lebih-lebih dalam otonomi daerah saat ini.[9]
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Simpulan
Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik untuk mengubah
tingkah laku manusia, baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan
manusia tersebut melalui proses pengajaran dan proses pelatihan.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua yang
berfungsi sebagai salah satu benteng pertahananumat islam, pusat dakwah dan
pusat pengembangan masyarakat muslim di Indonesia.
Jenis-Jenis
Pondok Pesantren yaitu Pondok
pesantren salaf/klasik, Pondok
pesantren semi berkembang, Pondok
pesantren berkembang, Pondok
pesantren khalaf/modern, dan Pondok
pesantren ideal.
Tujuan dari pesantren adalah untuk melatih
para santri memiliki kemampuan mandiri, membentuk kepribadian, memantapkan akhlak
dan melengkapinya dengan pengetahuan.
Metode pembelajaran di pondok pesantren yaitu metode pembelajaran yang bersifat teradisional dan metode pembelajaran yang
bersifat moderen.
Metode pembelajaran yang bersifat tradisional
diantaranya Sorongan, Wetonan, Bandongan, Muhawarah, Mudhakarah, dan Majelis Ta’lim. Sedangkan metode yang bersifat moderen diantaranya Klasikal, Kursus-Kursus, Pelatihan, Karya
Wisata, Eksperimen, Sosiodrama, Simulasi, dan Kerja
Kelompok.
kurikulum adalah segala sesuatu yang menyangkut
keseluruhan usaha dan kegiatan, bahkan penciptaan suasana yang favourible
menuju tercapainya tujuan pendidikan. Dengan demikian kurikulum pesantren
adalah yang terlengkap, karena bisa berlangsung selama 24 jam, dan tidak
seperti kurikulum sekolah yang terbatas pada beberapa jam sekolah saja, setelah
itu kurikulum tidak berfungsi lagi.
[1]
Muhammad Irham,dkk,Psikologi Pendidikan,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), hlm 19.
[2]
Anin Nurhayati, Kurikulum Inovasi Telaah terhadap Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Pesantren, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 47.
[3] Ibid,
hlm. 47-48.
[5]
Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 87-88.
[6]
Ibid, hlm 89
[7]
Martin van bruinessen ,NU Tradisi
relasi-relasi kuas pencarian wacana baru,terj.LKiS ,(Yogyakarta
:LKiS ,1994),h 185
[8] [8] Anin
Nurhayati, Kurikulum Inovasi Telaah terhadap Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Pesantren, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 54-63.
No comments:
Post a Comment