KITAB SHIYAM (PUASA)
Syarat diwajibkannya berpuasa(1)
ada tiga macam: Islam, baligh, berakal sehat,(2)
mampu untuk melaksanakan puasa.(3)
Fardlunya puasa (yang difardlukan di dalam puasa)
ada empat macam: niyat,(4)
menahan diri dari makan, minum serta bersetubuh,(5)
serta menahan muntah yang disengaja.(6)
Hal-hal yang membatalkan puasa ada 10 macam: segala
sesuatu yang masuk dengan sengaja ke dalam rongga badan dan kepala,
menyuntikkan bahan melalui dua jalan, muntah dengan sengaja, bersetubuh dengan
sengaja ke dalam farji, keluar mani karena mubasyarah,(7)
haid, nifas, gila, dan murtad.(8)
Disunnatkan dalam berpuasa tiga macam hal:
menyegerakan berbuka puasa,(9)
mengakhirkan makan sahur,(10)
meninggalkan berkata-kata yang kotor.(11)
Dimakruhkan berpuasa pada hari syak (ragu),
kecuali apabila sudah terbiasa melakukan puasa peda hari itu.(14)
Barang siapa yang bersetubuh dengan isteri di siang hari
bulan Romadlon dengan sengaja, maka dia wajib mengqodlok serta membayar kafarat
(denda), yakni memerdekakan budak yang mukmin, apabila tidak mendapatkannya,
maka dia berpuasa selama dua bulan berturut-turut, apabila tidak mampu, maka
memberikan makanan kepada sebanyak 60 orang miskin, setiap orang satu mud.(15)
Barang siapa yang meninggal dunia, padahal dia
mempunyai hutang puasa Romadlon, maka berikanlah makan kepada fakir miskin
untuk dari si mayit, setiap hari satu mud.(16)
Orang yang sudah sangat tua: apabila tidak mampu berpuasa,
maka dia boleh tidak berpausa dan memberi makanan setiap hari satu mud.(17)
Orang yang sedang hamil atau menyusui: apabila
keduanya khawatir akan keselamatan dirinya sendiri, maka kemudian dia tidak
berpuasa, maka dia wajib mengqodlok puasa yang ditinggalkannya, (18) apabila dia khawatir akan kesehatan
anaknya, kemudian dia tidak berpausa, maka dia wajib mengqodlok puasanya serta
membayar kafarat (denda),(19)
setiap hari satu mud, yakni satu sepertiag rithil Iraq.(20)
Orang ayng dalam keadaan sakit, atau bepergian yang
jauh, boleh tidak berpuasa dana wajib mengqodlok puasa yang ditinggalkannya.(21)
(Fasal): I’tikaf hukumnya sunnat,(22) syaratnya: berniyat, tinggal diam di
dalam masjid.
Tidak boleh keluar dari I’tikaf yang dinadzarkan,
kecuali ada hajat manusiawi,(23) atau
ada udzur, misalnya haid atau sakit, yang tidak memungkinkan berdiam di dalam
masjid.
I’tikaf menjadi batho apabila melakukan
persetubuhan.(24)
(1) Dasar difardlukannya berpuasa secara mutlak (umum)
adalah firman Allah Ta’ala: “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan
atas kamu sekalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkannya atas orang sebelum
kamu, agar kamu sekalian bertaqwa” (al Baqoroh:183). Khusus puasa pada bukan
Romadlon adalah firman Allah Ta’ala: “Bulan Romadlon yang diturunkan al Qur’an
di dalamnya sebagai petunjuk bagi manusia serta penjelasan dari petunjuk serta
pembeda, barang siapa di antara kamu yang menyaksikan bulan tersebut, maka
hendaklah mereka berpuasa” (al Baqoroh:185). Dan berdasarkan banyak hadits,
antara lain sabda Rasulullah saw. kepada orang Arab gunung yang bertanya kepada
beliau: Beritahukanlah kepadaku apa saja yang difardlukan oleh Allah kepadaku
untuk berpuasa? Beliau menjawab: “Puasa Romadlon”, diriwayatkan oleh al Bukhary
(1792) dan Muslim (11).
(3) Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan wajib
bagi orang yang berat untuk menjalankan puasa mambayar fidyah” (al
Baqoroh:184). Pengertian kata: "يطيقونه" sama dengan "يكلفونه"
artinya "فلا يطيقونه" (tidak memiliki kemampuan untuk…).
(4) Dilakukan sebelum terbit fajar dan setiap
malam (hari), berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Barang siapa yang tidak
berniyat berpuasa sebelum terbit fajar, maka tidak sah puasanya”, diriwayatkan
oleh ad Daroquthny (II/172).
(5) Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Makanlah
dan minumlah sampai tampak jelas bagimu antara benang putih dan benang merah
dari fajar, kemudian sempurnakanlah puasamu sampai malam, dan janganlah kamu
bersesutbuh dengan isterimu, begitu pula ketika kamu ber’iktikaf di daalm masjid”
(al Baqoroh:187). Pengertian: benang putih adalah cahaya siang, dan benang
hitam adalah gelapnya malam, fajar adalah cahaya yang terbit melintang di ufuq
timur lalu disusul dengan terbitnya matahari, maka tampaklah siang.
(6) Hadits riwayat Abu Dawud (2380), at Tirmidzy
(720) dan lainnya, dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa yang muntah karena terpaksa, padahal dia bepuasa, maka dia tidak
wajib mengqodlok, apabila seseorang berusaha untuk muntah, maka dia wajib mengqodlok”.
(9) Hadits riwayat al Bukhary (1856) dan
Muslim(1098), dari Sahal bin Sa’id ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
“Manusia senantiasa berada di dalam kebaikan, karena menyegerakan berbuka
puasa”. Yang afdlol berbuka puasa dengan tamar (kurma) atau sedikit air,
lalu sholat Maghrib, lalu makan bila mau. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dengan
sanad shohih: bahwasanya Rasulullah saw. apabila berpuasa, beliau tidak sholat
lebih dulu sampai beliau diberi ruthob (kurma basah) atau air. Kemudian beliau
memakannya atau meminumnya, Apabila pada musim dingin, beliau tidak sholat
sebelum diberi tamar (kurma kering) atau air.
(10) Hadits riwayat Ahmad di dalam kitab Musnadnya
(V/147): bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Ummatku senantiasa berada di
dalam kebaikan selama mereka mengakhirkan makan sahur”. Hadits diriwayatkan
oleh Ibnu Hibban: “Sesungguhnya mengakahirkan makan sahur adalah sunah para
Rasul”. Mengakirkan makan sahur, artinya makan dan minum sudah diakhiri sebelum
terbitnya fajar. Hadits riwayat al Bukhary (556) dari Ibnu Malik ra. bahwasanya
Nabi saw. dan Zaid bin Tsabit makan sahur, ketika selesai dai sahur, Nabi saw.
berdiri lalu sholat. Maka kami bertanya kepada Annas: Berapa lama antara
selesainya dari makan sahur sampai dengan masuk waktu sholat? Annas menjawab:
Sekedar cukup seseorang untuk mebaca 50
ayat al Qur’an.
(11) Atau pembicaraan yang jorok/keji dan batil
(rusak), seperti memaki, ghibah (ghosip) dan lain-lain. Hadits riwayat al
Bukhary (1804), dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa yang tidak mampu meninggalkan kata-kata kotor serta
pengamalannya, maka Allah tidak butuh terhadap usahanya meninggalkan makan dan
minumnya”, artinya puasanya tidak mendapatkan pahala, sekalipun sudah gugur
dari kewajiban puasa.
(12) Hadits riwayat Muslim ( 1138), dari Abi
Hurairoh ra. bahwasanya Rasulullah saw. melarang untuk berpuasa pada dua hari,
yakni Iedul adl-ha dan Iedul fitri, juga diriwayatkan oleh al Buykhary (1142)
dari Abu sa’id ra.
(13) Hadits riwayat Muslim (1142) dari Ka’ab bin
Malik ra. bahwasanya Rasulullah saw. mengutus dia dan Aus ibnul Hadatsan, pada hari
tasyriq, maka ia berseru: “Tidak akan masuk surga kecuali orang mukmin, dan
hari-hari Mina adalah hari makan dan minum”. Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud
(2418), dari Umar Ibnul Ash ra. ia berkata: Hari ini di mana Rasulullah saw.
memerintahkan kita untuk berbuka (makan
dan minum), dan beliau melarang kita untuk berpuasa. Malik berkata: Dia adalah
hari tasyriq.
(14) Yakni puasa pada tanggal 30 bulan Sya’ban, di
mana manusia ragu pada hari itu, apakah masih berada pada bulan Sya’ban ataukah
sudah masuk bulan Romadlon? Yang benar menurut madzhab kami hukumnya haram, dan
tidak sah puasanya, berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud (2334), dan at
Tirmidzy (686), dari Ammar bin Yasar ra., dari Rasululaah saw. beliau bersabda:
“Barang siapa yang berpuasa pada hari yang diragukan manusia, maka sungguh
telah berma’siyat kepada Abal Qosim saw.” Pendapat penyusun kitab ini: makruh
adalah karohah tahrim, sesuai dengan yang lebih kuat. Dan diharamkan pula
berpuasa di separoh akhir bulan Sya’ban, berdasarkan hdits riwayat Abu Dawud
(2337) dan dishohihkan oleh at Tirmidzy (738), dari Abu Hurairah ra. bahwasanya
Rasulullah saw.bersabda: “Apabila sudah separoh bulan Sya’ban, maka janganlah
berpuasa”. Menurut Ibnu Majah (1651): “Apabila sudah separoh bulan Sya’ban,
maka tidak ada puasa sampai datangnya bulan Romadlon”. Keharaman berpuasa pada
hari ragu dan separoh kedua Sya’ban bisa ditiadakan, apabila orang sudah
terbiasa melakukan puasa pada hari tersebut, atau melanjutkan puasa yang sudah
dilakukan sejak sebelum separoh kedua bulan Sya’ban. Hadits riwayat al Bukhary
(1815) dan Muslim(1082), lafadh Muslim, dari Sabi Hurairoh ra. dari Rasulullah
saw. beliau bersabda: “Jangan mendahului puasa Romadlon dengan berpuasa satu
atau dua hari, kecuali bagi orang yang berpuasa suatu puasa, maka laksanakanlah
(misal: Senin Kamis).
(15) Hadits riwayatal Bukhary (1834) dan Muslim
(1111) dan alinnya, dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Ketika kami dudu di dekat
Nabi saw. maka datang seorang laki-laki dan berkata:: Wahai Rasulullah, saya
kecelakaan. Beliau bertanya: “Ada apa engkau?”. Ia menjawab: Saya menyetubuhi
isteriku, padahal saya berpuasa – di dalam satu riwayat: di dalam bulan
Romadlon – Maka Rasulullah saw. bersabda: “ Apakah engkau mendapatkan budak
untuk engkau merdekakan?” Ia menjawab: Tidak. Beliau bertanay lagi: “Apakah
engkau mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut? Ia menajwab: Tidak.
Beliau bertanya lagi: “Apakah engkau mampu memberi makan kepada 60 orang
miskin? Ia menajwab: Tidak. Abu Huriaroh berkata: Nabi saw. diam sejenak, ketika
kami dalam keadaan terdiam tersebut, Nabi saw. diberi bakul terbuat dari daun
kurma berisi tamar. Beliau bertanya: “Mana orang yang bertanya tadi? Ia
menjawab: Saya. Beliau bersabda: “Ambillah ini dan sedekahkanlah kepada orang
miskin”. Lelaki itu bertanya: Apakah saya sedekahkan kepada orang yang lebih
miskin dariku wahai Rasulullah? Demi Allah, dan demi bumi yang berbatuan hitam,
tidak ada penghuni rumah tangga yang lebih fakir dari keluargaku. Maka Nabi
saw. tersenyum sampai terlihat gigi taring beliau, lalu beliau bersabda:
Berikanlah untuk mekanan keluargamu”. Tidak diperbolehkan bagi si fakir yang
mampu memberikan makan kepada keluarganya, memindahkan kafarat tersebut kepada
keluarganya, demikian pula untuk kafarat lainnya. Apa yang dijelaskan dalam hadits
di atas hanya khusus bagi lelaki tersebut saja.
(16) Dari bahan makanan pokok negeri, misalnya biji
tanaman gandum. Mud (kati menurut orang Jawa) adalah suatu wadah
seperti kubus yang panjang sisi-sisinya = 9,2 cm, kalau ditimbang beratnya kira-kira
sama dengan 600 gram, diambilkan dari harta peninggalan si mayit, apabila tidak
memiliki harta peninggalan, maka diperbolehkan dari keluarganya untuk si mayit,
untuk membebaskan tanggungannya. Hadits riwayat at Tirmidzy (817), dari Ibnu
Umar ra. ia berkata: Barang siapa ayng mati dan dia mempunyai huatng puasa bulan Romadlon, maka hendaklah memberikan
makanan untuk dai, untuk setiap hari kepada orang miskin. Hadits riwayat Abu
Dawud (2401), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Apanbila seorang sakit di bulan
Romadlon, lalu dia mati belum sempat berpuasa, maka berikanlah makanan dari
dia. Dan yang lebih baik bila
keluarganya mengqodlok puasa si mayit, atau dipuasakan oleh orang yang
mendapatkan izin oleh si mayit, atau ahli waris mayit untuk berpuasa,
berdarakan hadits riwayat al Bukahry (1851) dan Muslim (1147), dari A’isyah ra.
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang mati, padahal dia
mempunyai hutang puasa Romadlon, maka hendaklah keluarganya berpuasa untuk si
mayit”. Hadits riwayat al Bukahry (1852) dan Muslim (1148), dari Ibnu Abbas ra.
ia berkata: Datang seorang lelaki kepada Nabi saw. ia berkata: Wahai Rasulullah
saw. sesungguhnya ibu saya sudah meninggal, dan dia mempunyai hutang puasa satu
bulan, apakah saya mengqodlok puasa untuk dia? Beliau menajwab: “Ya, karena
hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar”. Hal ini bagi orang yang tidak
berpuasa karena suatu udzur (halangan) dan memungkinkan untuk mengqodlok -
sesudah hilang udzurnya sebelum ia mati, ada waktu qodlok tetapi dia tidak
mampu berpuasa – demikian pula bagi orang yang tidak berpuasa tanpa udzur
secara mutlak. Adapun barang siapa yang tidak berpuasa karena udzur dan tidak
mungkin mengqodlok – lalu mati sebelum udzurnya hilang, atau sesudah udzur
hilang sudah tidak ada waktu berpuasa – maka dia tidak wajib qodlok dan tidak
pula wajib fidyah, dan dia tidak berdosa.
(18) Hadits riwayat at tirmnidzy (715) dan lainnya,
dari Annas binMalik ra. dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Sesungguhnya
Allah Ta’alaa meringankan bagi orang musafir keharusan berpuasa serta separoh
sholatnya, dan dari orang hamil atau menyusui
berpuasa”. Separoh sholat, artinya boleh mengqoshor untuk sholat yang
empar roka’at.
(19) Hadits riwayat Abu Dawud (2318), dari Ibnu
Abbas ra. ia berkata: “Bagi orang yang tidak mampu untuk berpuasa, maka dia
wajib membayar fidyah dengan memberi makanan kepada orang miskin”, ia berkata:
itu sebagai keringanan bagi orang yang sudah terlalu tua baik laki-laki atau
wanita, mereka tidak mampu berpuasa, dan dia wajib membayar fidyah dengan
memberi makan kepada orang miskin setiap hari, sedangkan bagi orang yang hamil
dan menyusui apabila khawatir akan kesehetana anaknya, lalu dia tidak berpausa,
maka mereka juga wajib memberi makan orang miskin.
(21) Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Barang
diapa yang sakit atau bepergian jauh, maka boleh menggenapi puasanya di hari lain
(di luar Romadlon)” al Baqoroh:185). Adapun maksudnya Allah saja yang Maha
Tahu: Barang siapa yang sakit dan tidak
mampu berpausa, atau bepergian jauh , maka boleh tidak berpuasa bagi yang mau,
lalu menggantinya di luar Romadlon, sesudah terbebas dari udzur, sesuai dengan
ahri-hari ayng ditnggalkannya.
(22) Hadits riwayat al Bukhary (1922) dan Muslim
(1172), dari A’isyah ra. bahwasanya Nabi saw. ber’tikaf pada akhir bulan
Romadlon sampai beliau wafat, lalu isteri beliau juga beri’tikaf sesudahnya.
Hadits riwayat al Bukahry (1936), dari sebuah ahdits panjang: bahwasanya Nabi
saw. ber’itkaf di sepuluh akhir bulan Syawal. I’tikaf adalah tinggal diam di
dalam masjid.
(23) Hadits riwayat al Bukhary (1925) dan Muslim
(297), dari A’isyah ra. ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. memasukkan
kepala beliau ke dalam rumah saya, ketika itu beliau di dalam masjid, maka saya
merapikan rambut beliau, beliau tidak masuk ke dalam rumah kecuali bila ada
keperluan/hajat, bila beliau sedang beri’tikaf.
(24) Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Dan
janganlah kemu bersetubuh dengannya, padahal kamu sedang beri’tikaf di dalam
masjid” (al Baqoroh: 187). Janganlah menyetubuhi isterimu pada saat kamu
beri’tikaf.
No comments:
Post a Comment