KITAB HAJI
Syarat-syarat diwajibkannya ibadah haji(1) ada tujuh macam: beragama Islam,
sudah baligh, berakal sehat, merdeka, memiliki perbekalan dan kesempatan
transportasi,(2) keselamatan
perjalanan, serta memungkinkan melakukan perjalanan.(3)
Rukun ibadah haji ada lima macam: ihrom
disertai dengan niyat,(4) wukuf
di Arofah,(5) thowaf di
Baitullah,(6) sa’ie antara Shofa dan Marwah,(7) mencukur kepela (memotong
rambut).(8)
Rukun ibadah Umroh ada empat: melakukan ihrom,
thowaf, sa’ie mencukur atau memotong rambut, menurut salah dari dua pendapat.(9)
Hal-hal yang wajib dikerjakan di dalam ibadah haji
selain rukun ada tiga macam: ihrom mulai dari miqot,(10) melontar tiga jumrah,(11) dan bercukur.(12)
Yang disunnatkan di dalam ibadah haji ada tujuh
macam: haji ifrod, yakni: mendahulukan ibadah haji dari sebelum umroh,(13) membaca talbiyah,(14) thowaf qudum,(15) bermalam di Muzdalifah,(16) sholat sunnat dua roka’at sesudah
thowaf,(17) bermalam di Mina,(18) dan thowaf wadak.(19)
Bagi kamu lelaki wajib melepaskan pakaian yang berjahit
ketika melakukan ihrom, hanya diperkenankan memakai sarung dan toga (ridak)
yang berwarna putih.(20)
(Fasal): Diaharamkan bagi orang yang sedang ihrom
sepuluh macam: memakai pakaian berjahit, menutup kepala bagi kamu lelaki dan
menutup wajah bagi wanita,(21)
menyisir rambut,(22) bercukur,(23) memotong kuku,(24) memakai wewangian,(25) membunuh hewan buruan,(26) melakukan akad nikah,(27) bersetubuh, atau mubasyaraoh
(sentuhan kulit) disertai dengan syahwat,(28)
untuk kesemuanya itu harus membayar fidyah, kecuali itu nikahnya tidak
diperhitungkan,(29) tidak merusak ibadah
haji kecuali bersetubuh pada afrji, dan apabila batal hajinya, maka dia tidak
boleh keluar dari rangkaian manasik haji tersebut.(30)
Barang siapa yang meninggalkan melakukan wukuf di
Arofah hendaklah bertahallul dengan amalan umroh, dan dia wajib mengqodlok
serta mebayar hadiyah,(31) dan
barang siapa yang meninggalkan rukun haji(32)
tidak boleh bertahallul dari ihromnya sampai selesai menunaikan seluruh manasik
haji,(33) barang siapa meninggalkan wajib
haji, dia wajib membayar dam,(34)
barang siapa meninggalkan sunnat haji, maka tidak ada kewajiban apa-apa.
(Fasal): Dam yang wajib di dalam ihrom ada lima
macam: Pertama: Dam karena meninggalkan salah satu manasik, dengan tertib
sebagai berikut: seekor kambing, apabila tidak mendapatkan kambing, maka
diganti dengan berpuasa selama sepuluh hari, tiga hari di waktu haji dan tujuh
hari setelah kembali kepada keluarganya.(35)
Kedua: Dam wajib karena mencukur rambut dan
bersenang-senang, dia boleh memilih: antara seekor kambing, atau berpuasa
selama tiga hari, atau bersedekah dengan tiga sho’, untuk enam orang miskin.(36)
Ketiga: Dam wajib karena terhalang (ada hambatan),
maka dia bertahallul dan berkurban dengan seekor kambing.(37)
Keempat: Dam wajib sebab membunuh hewan buruan
darat, dan boleh memilih antara: apabila hewan yang dibunuh itu ada yang
seimbang, maka dia wajib mengganti dengan hewan sejenis, atau mengeluarkan uang
seharga hewan tersebut untuk dibelikan bahan makanan, kemudian disedekahkan,
atau berpuasa untuk setiap mud selama satu hari (satu mud sama dengan: 9,2 x
9,2 x 9,2 cm. Berat = 600 gram),
apabila hewan buruan tersebut tidak ada pengganti hewan yang seimbang, maka dia
harus mengeluarkan uang seharga hewan tersebut untuk dibelikan bahan makanan
kemudian disedekahkan, atau berpuasa setiap satu muda bahan makanan satu hari
puasa.(38)
Kelima: Dam wajib disebabkan bersetubuh, yakni
berurutan: seekor onta badanah (gemuk), bila tidak mendapatkan diganti dengan
seekor sapi, bila tidak mendapatkan seekor sapi, diganti dengan tujuh ekor
kambing, bila tidak mendapatkan, maka dinilai harganya, kemudian dari nilai
harga tersebut dibelikan bahan makanan untuk disedekahkan kepada orang-0rang
miskin, apabila tidak mendapatkan bahan makanan, maka diganti dengan berpuasa,
untuk setiap satu bahan makanan dengan satu hari puasa.(39)
Tidak cukup (sah) kurban dan pemberian bahan makanan
kecuali dilaksanakan di tanah Haram,(40) dan
sah pula bila diganti dengan berpuasa bila dia mau.
Dilarang membunuh hewan buruan di tanah haram,
memotong pepohonannya, baik orang dalam keadaan ihrom atau muhil (tidak ihrom)
hukumnya sama-sama dilarang.(41)
(1) Asa usul diwajibkannya ibadah haji adalah
firman Allah Ta’alaa: “Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” al
Imron:97). Dan banyak hadits, antara lain: hadits riwayat Msulim (1337), dari
Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. berkhotbah kepada kami, beliau
bersabda: “Wahai manusia, Allah telah menfardlulkan kepada kamu sekalaian untuk
beribadah haji, maka berhajilah kamu”. Dan hadits riwayat al Bukahry dan
Msulim: “Islam dibangun di atas ……”, perhatikan CK. No: 1 Kitab Sholat.
(2) Sebagai penafsiran dari jalan menurut ayat,
hadits riwayat al Hakim (I/442), dari Annas ra. dari Nabi saw. tentang firman
Allah Ta’alaa: “Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”, ia
menyatakan: Ditanyakan kepada Rasulullah saw.: Apakah yang dimaksudkan dengana
“jalan”? Beliau menajwab: “Perbekalan dan transportasi”, hadits ini hasan
shohih.
(3) Artinya dijamin keselamatan perjalanan dari
marabahaya, dan masih adanya waktu yang luas untuk sampai di tempat untuk melakukan
ibadah haji.
(4) Berniyat untuk memasuki ibadah haji atau
umroh, di dalam kitab al Misbahul Munir: Orang berihrom berarti berniyat untuk
masuk ibadah haji atau umroh, artinya: memasukkan jiwanya ke dalam sesuatu dan
diharamkan baginya sesuatu yang diahlalkan sebelumnya. Yang dimaksudkan adalah
masuk, berdasarkan penjelasan Mushonnif (penyusun Kitab) disertai dengan niyat.
(5) Berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Haji itu
adalah wukuf di Arofah, barang siapa yang datang pada malam “jam’in”
sebelum terbitnya fajar, maka dia berhasil mendapatkan ibadah haji”,
diriwayatkan oleh at Tirmidzy (899), Abu Dawud (1949) dan lainnya. Malam jam’in
adalah: malam Muzdalifah, dinamakan demikian sebab manusia berkumpul di
Muzadalifah malam hari itu.
(6) Berdasarkan firman Allah: “Hendaklah mereka
melakukan thowaf di rumah yang tua” (al Haj: 29). Berdasarkan ijmak ulama,
bahwa yang dimaksudkan adalah thowaf
ifadloh.
(7) Berdasarkan hadits ad Daroquthnie (I/270) dan
lainnya dengan sanad shohih, bahwasanya Nabi saw. menghadap kepada manusia di
tempat sa’ie dan berrsabda: “Lakukanlah sa’ie, sesungguhnya Allah Ta’ala
mewajibkan kepadamu untu sa’ie”. Hadits riwayat al Bukhary (1565), dari Ibnu
Umar ra. ia berkata: Nabi saw. datang di Makkah, lalu beliau berthowaf di Baitullah,
lalu sholat dua roka’at, lalu sa’ie antara Shofa dan marwah, lalu Ibnu Umar
membaca: "لقد كان لكم
فى رسول الله أسوة حسنة" (Sungguh Rasulullah
adalah merupakan contoh/ikutan yang terbaik) al Ahzab: 21.
(8) Sebagian kepala atau memotong sebagian rambut,
hadits riwayat al Bukhary (129) dan Muslim 1305), dan lainnya, dari Annas bin
Malik ra. bahwasanya Rasulullah saw. tiba di Mina, beliau datang ke jamarot
(tempat pelontaran), lalu belaiu melontar jumrah, lalu beliau datang ke tempat
tinggal di Mina, dan beliau menyembelih hewan, lalu beliau bercukur. Ibnu Umar
menyatakan: Beliau mengisyaratkan ke bagian sebelah kanan dan kiri, lalu
memberikan alat cukur kepala hanya memotong sebgaian, berdasarkan perbuatan
Nabi saw. sebagaiama dijelaskan di atas. Dan sesuai dengan do’a beliau: “Ya
Allah rahmatilah mereka yang bercukur”. Mereka bertanya: Bagaimana yang hanya
memotong sebagian saja, beliau menajwab: Ya Allah rahmatilah orang yang
mencukur rambutnya”, mereka bertaya lagi: Bagaimana ya Rasulullah yang hanya
memotong? Belaiu menjawab: Yaa Allah termasuk aang hanya memotong”, hadits
riwayat al Bukhary (1640) dan Muslim (1301) dan lainnya. Memotong sebagian
rambut bagi wanita lebih afdlol, dan dimakruhkan mencukur seluruh rambutnya,
berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Tidak ada bagi wanita mencukur rambut,
sesungguhnya bagi wanita adalah memotong”, diriwayatkan oleh at Tirmidzy (1984
– 1985). Menurut riwayat Abu Dawud (914) dari Ali ra. ia berkata: Rasulullah
saw. melarang wanita mencukur rambut kepalanya.
(9) Ini yang paling jelas, hadits riwayat al
Bukhary (1568), dari Jabir ra. ia berkata: Nabi saw. memerintah sahabat beliau,
untuk melaksanakan umroh, dan berthowaf, lalu mencukur rambut, kemudian
bertahallul. Di dalam riwayat lain (1470) dari Ibnu Abbas ra.: hendaklah thowaf
di Baitullah, di Shofa dan marwah, lalu mencukur rambut mereka, lalu
bertahaullul. Di dalam riwayat yang lain (1644): Kemudian bertahallul, mencukur
rambut atau memotongnya, diriwayatkan oleh Muslim (1227), dari Ibnu Umar ra.
(10) Yakni tempat yang ditentukan oleh Rasulullah
saw. bagi penduduk dari seluruh penjuru dunia, untuk melakukan ihrom sebelum
melewatinya. Apabila orang datang ke Mekkah untuk beribadah haji atau umroh.
Riwayat al Bukhary (1454) dan Muslim (1181), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata:
Rasulullah menetukan waktu bagi penduduk Madinah adalah di Dzal Hulaifah, untuk
penduduk Syam di Juhfah, untuk penduduk Najed di Qornal Manazil, untuk penduduk
Yaman di Yaalamlam, itulah miqot bagi mereka, dan bagi mereka yang sampai di
situ yang bukan penduduk dimaksud, bagi mereka yang bermaksud untuk ibadah haji
atau umroh. Barang siapa yang tempatnya lebih dekat dari miqot dimaksud, maka
tempat ihromnya di rumah masing-masing, demikian pula bagi penduduk kota
Makkah, maka tempat ihrom mereka di rumahnya. Waktu di sini menunjukkan
ketentuan waktu, tetapi yang dimaksudkan adalah ketentuan tempat (miqot), ihlal
adalah mengucapkan talbiyah dengan suara keras ketika ihrom. Hadits riwayat al
Bukhary (1458), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Ketika terbukanya dua kota ini,
mereka datang kepada Umar dan berkata:
Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Rasulullah saw. menetukan batas bagi
penduduk Najed adalah Qornan, yakni berjauhan dengan jalan kami, apabila kami
menuju ke Qornan, maka akan memberatkan kami. Umar berkata: Perhatikanlah mana
yang terdekat dengan jalanmu, maka mereka menentukan miqotnya di Irqin,
berdasarkan ijtihad mereka seniri. Tempat tersebut di dalam banyak hadits bisa
diketahui sampai dengan sekarang bagi jama’ah haji, meluai penduduk setempat atau
lainnya, dan boleh jadi sekrang namanya sudah berobah.
(11) Pada hari Tasyriq, yakni hari tanggal 11, 12
dan 13 bulan Dzulhijjah, pada hari Nahar (1o Dzulhijjah) hanya melontar Jumrorul
Aqobah (jumrotul kubroo) saja, perhatikan CK. No: 8. Hadits riwayat
al Bukahry (1665), bahwasanya Abdullah Ibnu Umar ra. melontar Jumroh yang
paliong dekat dengan kemahnya (jumrotul uulaa) dengan tujuh butir batu,
lalu dia bertakbir setiap melontar satu batu, lalu dia maju dan mencari tempat
yang longgar, dia berdiri menghadap ke arah Qiblat cukup lama untuk berdo’a
dengan mengangkat kedua belah tangannya. Lalu dia melontar jumrotul wustho
(tengah) seperti halnya pada pelontaran jumrotul ula, dia mengambil posisi di
sebelah kiri mencari tempat yang longgar, lalu dia berdiri menghadap ke arah Qiblat cukup lama, untuk
berdo’a dengan mengangkat kedua belah tangannya. Lalu dia melontar jumrotul
aqobah dari tengah lembah, dan dia tidak berdiri di dekatnya. Lalu dia berkata:
Demikianlah saya melihat Rasulullah saw. melakukannya. Waktu melontar jumroh
pada hari nahar (10 Dzulhijjah) sesudah matahari terbit, sedangkan pada hari-hari
tasyriq sesudah matahari tergelincir. Hadits riwayat Muslim (1299), dari Jabir
ra. ia berkata: Rasulullah saw. melontar jumroh pada hari nahar adalah waktu
dluha, adapun sesudah itu setelah matahari tergelincir. Menurut riwayat Abu
dawud (1973), dari A’isyah ra.: Kemudian beliau kembali ke Mina dan beliau
tinggal/bermalam di sana selama hari tasyriq, beliau melontar jumroh setelah
matahari tergelincir, setiap jumroh dengan tujuh butir batu.
(12) Bercukur termasuk wajibnya haji, berdasarkan
pendapat yang dianggap rojih (kuat), tetapi yang benar bercukur adalah rukun
haji dan Umroh, berdasarkan yang telah anda ketahui, perhatikan CK. No: 8 dan
9.
(13) Oleh karena Nabi saw. melakukan demikian
melaksanakan di dalam Haji Wadak Hadits riwayat al Bukhary (4146), dari
Aisyah ra. ia berkata: Kami keluar bersama Rasulullah saw. pada waktu Haji
Wadak, di antara kami ada yang melakukan ihrom untuk iabadah umroh, ada yang
ihrom untuk ibadah haji, dan ada pula yang ihrom untuk ibadah haji dan umroh
(untuk keduanya), sedangkan Rasulullah melakukan ihrom untuk ibadah haji saja.
Adapun mereka yang ihrom untuk ibadah haji saja atau menyatukan haji dan umroh,
maka tidak melakukan tahallul (melepas baju ihrom) sampai dengan hari nahar (10
Dzulhijjah).
(14)
Disunnatkan
berpegangan kepada lafadh talbiyah Rasuluillah saw. Hadits riwayat al Bukhary
(1474), dan Muslim (1184), lafadh dari Muslim, dari Ibnu Umar ra. bahwasanya Rasulullah
saw. ketika kendaraan beliau telah siap, maka beliau berdiri di dekat masjid di
Dzul Hulaifah mengumandangkan talbiyah, dengan ucapan beliau: "لبيك اللهم لبيك, لبيك لا شريك لك لبيك, إن الحمد والنعمة لك
والملك, لاشريك لك" (Aku datang menyambut seruan-Mu yang Allah, aku datang,
aku datang menyambut seruan-Mu ya Allah, aku datang, tiada sekutu bagi-Mu dan
aku datang. Sesungguhnya segala puji dan kenikmatan adalah milik-Mu, begitu
pula kekuasaan, tiada sekutu bagi-Mu). Hadits riwayat al Bukhary (1478),
bahwasanya Ibnu Umar ra. mengumandangkan talbiyah sampai terdengar di tanah
haram, dan dia memberitahukan, bahwa Rasulullah saw. melkaukan demikian.
(15) Hadits riwayat al Bukhary (1536) dan Muslim
(1235), dari A’isyah ra. bahwasanya yang pertama dilakukan oleh Rasulullah saw.
ketika sudah tiba di Makkah, beliau berwudlu lalu thowaf di Baitullah.
(16) Berdasarkan ahdits riwayat Msulim (1217), dari
Jabir ra., bahwasanya Nabi saw. tiba di Muzdalifah, beliau sholat maghrib dan
isyak, lalu beliau tidur-tiduran miring sampai setelah terbit fajar beliau
sholat shubuh. Bermalam di Muzdalifah ini dimasukkan amalan sunnat, tetapi yang
rojih (benar) adalah wajib, demikian dibenarkan oleh an Nawawi dalam kitab
Sarah al Muhadzab, dan yang benar menurut dia: bahwa cukup bila hanya sebentar
saja berada di Muzdalifah pada separoh kedua pada malam 10 Dzulhijjah. (al
Majmuk: VIII/128). (Di dalam kitab al Majmuk milik penerjemah: VIII/152).
(17) Hadits riwayat al Bukhary (1544), dari Ibnu
Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw. telah tiba, maka beliau thowaf di
Baitullah tujuh kali, lalu beliau sholat di belakang Maqom Ibrahim dua roka’at.
(18) Oleh karena Nabi saw. bermalam di sana, an
Nawai menyatakan di dalam kitab al Majmuk: VIII/188 (dlm. Kitab al Majemuk
milik penerjemah: VIII/208). Adapun hadits tentang bermalamnya Nabi saw. di
Mina pada malam Tasyriq, adalah shohih dan terkenal. Perhatikan CK. No: 11. Dia
menganggap dari hadits-hadits tersebut, bahwa yang benar adalah wajib.
Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (1553), dan Muslim(1315), dari Ibnu Umar
ra. ia berkata: Abbas bin Abdul Mutholib meminta izin kepada Rasulullah saw.
untuk bermalam di Makkah pada malam Mina, karena dia dalam keadaan sakit, maka
beliau mengizinkannya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak boleh meninggalkan
bermalam di Mina, tanpa adanya udzur. Dan dipersyaratkan bermalam di Mina itu
mendapati sebagian besar malamnya di sana.
(19) Yang jelas thowaf wadak hukumnya wajib, berdasarkan
hadits riwayat Muslim (1327), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Manusia bubaran
dari setiap penjuru, maka Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian
meninggalkan (Makkah) sampai menutup semua manasiknya dengan thowaf di
Baitullah”. Dan dibebaskan bagi wanita yang sedang haid atau nifas, berdasarkan
hadits riwayat al Bukahry (1667), dan Muslim (1328), dari Ibnu Abbas ra. ia
berkata: Manusia diperintahkan untuk mengakhiri ibadahnya di Baitullah, kecuali
bahwasanya diberi keringanan bagi wanita sedang haid. Nifas diqiyaskan dengan
haid.
(20) Hadits riwayat al Bukhary (1470), dari Ibnu
Abbas ra. ia berkata: Nabi saw. berangkat dari Madinah, setelah merapikan
rambut beliau, memakai wewangian, memakai sarung dan toga, belaiu bersama para
shabat beliau tidak melarang orang memakai ridak dan sarung macam apa saja.
Warnanya putih berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Pakailah pakaianmu serba
putih”. Perhatikan CK. No: 98 Kitab Sholat. Dan disunatkan mandi lebih dahulu,
lalu memakai wewangian, memakai pakaian ihrom, lalu sholat dua roka’at sunnat
ihrom, lalu ihrom. Hadits riwayat al Bukhary (1479), dari Nafii’ ia berkata:
Ibnu Umar ra. apabila hendak keluar ke Makkah, dia memakai wewangian, yang
tidak terlalu wangi, lalu datang ke masjid Dzul Hulaifah dan melakukan sholat,
lalu menaiki kendaraanya. Apabila sudah siap perjalanannya, maka dia berdiri
dan melalkukan ihrom, lalu ia berkata: Demikianlah Nabi saw. melakukannya.
Hadits riwayat al Bukhary (1465) dan Muslim ( 1189), dair A’isyah ra. ia
berkata: Saya memberi wewangian kepada Rasulullah saw. untuk ihrom beliau
ketika ihrom, dikenakan sebelum thowaf di Baitullah, atau thowaf rukun.
(21) Hadits riwayat al Bukahry (1467), dan Muslim
(1177), dari yang boleh dipakai oleh muhrim (orang yang ihrom)? Beliau
menjawab: “Janganlah memakai baju, surban, celana, penutup kepala, sepatu,
kecuali apabila tidak mendapatkan sendal, maka pakailah sepatu dan potonglah
bagian di bawah dua matakaki, dan jangan memakai pakaian yang terkena kunyit
atau tetumbuhan yang dipergunakan untuk mengecat kulit”, al Bukhary menambahkan
(1741): “Dan janganlah wanita menutup mukanya dan jangan pula memakai sarung
tangan yang sampai ke siku-siku. Wanita diperbolehkan memakai pakain apa saja
yang berjahit dan lainnya, dan tidak boleh kelihatan selain wajah dan dua
telapak tangan, apabila takut timbul fitnah, lalu dia menutupnya, maka dia
wajib membayar fidyah.
(22) Termasuk apabila dia tahu bahwa menyisir
rambut akan terjadi rontok, karena rambut kusut dan lainnya, bila tidak
demikian, maka hukumnya makruh, karena diduga keras akan menggugurkan rambut.
(23) Berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Janganlah
kamu mencukur kepalamu, sampai korban tiba di tempat penyembelihannya” (al
Baqoroh: 196). Yakni Mina pada hari Nahar (10 Dzulhijah).
(24) Diqiyaskan kepada bercukur kepala, disebabkan
motif bersenang-senang, ibadah haji itu kumal dan berdebu, sebagaimana
dijelaskan dalam hadits, rambut kusut dan berdebu.
(25) Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (1742),
dan Muslim (1206), dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Seorang lelaki yang sedang
ihrom terinjak kaki onta dan akibatnya dia mati, kemudian di bawa kepada
Rasululah saw. beliau bersabda: “Mandikanlah, dan kafanilah dia, janganlah kamu
tutup kepalanya, dan jangan pula kamu kenai wewangian, oleh akrena dia akan
dibangkitkan dalam keadaan ihrom”. Dalam satu riwayat: “dalam keadaan
bertalbiyah/ihrom”. Perhatikan CK. No: 21.
(26) Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Diharamkan
bagi kamu, memburu hewan buruan darat, selama dalam keadaan ihrom” (al
Maidah:96).
(27) Hadits riwayat Muslim (1409), dari Utsman bin
Affan ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang ihrom tidak boleh
menikah atau dinikahkan”.
(28) Berdasarkan firman Allah ta’alaa: “Musin haji
adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang telah membulatkan
niyatnya untuk melaksanakan ibadah haji, maka janganlah berbuat rofats, berbuat
fasiq, dan berbantuah-bantahan ketika saat melaksanakan haji” (al Baqoroh:197).
Rofats adalah bersetubuh, pendahuluannya adalah mubasyaroh dan lain-lain.
(29) Artinya tidak sah, dan pihak lelaki tidak ada
kewajiban apa-apa, karena tidak berhasil apa yang dimaksud.
(30) Dia tetap wajib melanjutkan hajinya secara
sempurna walaupun hajinya rusak (batal), berdasarkan firman Allah Ta’alaa:
“Sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah” ( al Baqoroh:196). Dia wajib
mengqodlok , sekalipun haji yang dilaksanakan adalah haji sunnat. Hadits
riwayat Malaik di dalam al Muwathok (I/381), bahwa sampai berita kepadanya:
bahwa Umar ibnul Khothob, Ali bin Abi Tholib dan Abu Hurairoh ra. ditanya
tentang seorang lelaki yang bersetubuh dengan isterinya, padahal dia sedang
ihrom? Mereka menajwab: Mereka berdua wajib meneruskan hajinya, mereka
melanjutkan yang belum diselesaika sampai tuntas haji mereka, kemudian mereka
wajib berhaji pada tahun berikutnya serta menyembelih hewan sebagai hadiyah.
(31) Berdasarkan sabda Nabi saw.: “Barang siapa
yang mencapai Arofah pada malam hari, berarti dia medapati haji, dan barang
siapa yang ketinggalan wukuf di Arofah pada malam hari, maka sungguh gagal
hajinya, hendaklah dia melakukan amalan umroh, dia wajib melaksanakan haji di
tahun mendatang”, riwayat ad Daroquthny (II/241), di dalam sanad terdapat nama
Ahmad al Faro al Wasithy, dia dloif. Hadits tersebut dikuatkan oleh hadits yang
diriwayatkan oleh Malik di dalam kitab al Muwathok (I/383) dengan sanad shohih,
bahwa Habbar bin al Aswad datang pada hari Nahar, sedang Umar ibnul Khothob
sedang menyembelih hewan hadiyah, maka ia berkata: Wahai Amirul Mukminin, saya
salah perhitungan, kami kira ahri ini hari Arofah, maka Umar berkata: Pergilah
ke Makkah, thowaflah engkau beserta orang yang bersamamu, dan sembelihlah hewan
untuk hadiyah bila telah kamu persiapkan, lalu bercukurlah atau potonglah
rambutmu, dan kembalilah, apabila datang musin haji tahun mendatang, maka
berhajilah dan sebelihlah hewan untuk hadiyah, barang siapa yang tidak
mendapatkan hewan untuk hadiyah, maka hendaklah mereka berpausa tiga hari di
waktu haji dan tujuh hari setelah tiba di rumah (pulang). Hadits riwayat al
Baihaqy (V/175) dengan sanad shohih, dari Ibnu Umar ra. sperti ini. An Nawawi
menyatakan di dalam kitab Syarhul Muhadzab: Hal ini termasyhur, maka jangan
diingkari, dan merupakan suatu kesepakatan ulama atau ijmak (Kifayah:I/232).
(33) Dia tidak wajibkan membayar dam, tetapi
hajinya mauquf, oleh karena intisari haji tidak dihasilkan, kecuali mengerjakan
seluruh rukun haji, dan hajinya tetap
harus diselesaikan, tidak boleh bertahallul dari ihrom sampai selesai
melaksanakan seluruh rukun ahji, selain wukuf di Arofah, karena tidak ada waktu
tertentu, maka masih memungkinkan untuk dilaksanakan.
(34) Hadits riwayat al Baihaqy dengan sanad shohih,
dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Barang siapa yang meninggalkan salah satu
manasik, maka dia wajib membayar dam. (Al Majmuk: VIII/106). (Dalam kitab al
Majmuk milik penerjemah: VIII/82, 206, 207, 208, 209, dan 232). Yang
dimaksud dengan manasik di sini adalah: wajib haji.
(35) Firman Allah ta’alaa: “Barang siapa yang ingin
mengerjakan umroh sebelum haji, wajiblah
dia menyembelih hewan sebagai hadiyah (kurban) yang mudah didapatkan, barang
siapa ayng tidak mendapatkannya, maka dia wajib berpuasa selama tiga hari di
waktu haji dan tujuh hari setelah kamu kembali” (al Baqoroh:196). "تمتع بالعمرة" artinya: beribadah umroh lebih dulu, lalu ihrom untuk haji dari
Makkah, dan tidak keluar ke Miqot. Sedangkan ihrom dari miqot hukumnya wajib,
sebagaimana telah anda ketahui, dan oleh karenanya dia wajib membayar dam
sebagaimana yang telah dijelaskan, dan yang lain diqiyaskan dengan ini.
(36)
Berdasarkan
firman Allah ta’alaa: “Jangalah kamu cukur kepalamu, sampai hewan hadiyah
sampai di tempat penyembelihannya, barang siapa yang sakait atau sakoit kepala,
maka dia wajib membayar fidyah, dengan berpuasa
atau bersedekah, atau berkurban” (al Baqoroh:196). Tempat penyembelihan
adalah Mina, pada atnggal 10 Dzulhijjah. Tiga kategori tersebut telah
dijelaskan dalam hadits Ka’ab bin Ajroh ra. ketika dia melihat Rasulullah
saw.di Hudaibiyah, ketika itu kutu berterbangan di wajahnya, maka beliau
bersabda kepadanya: “Apakah serangga itu menyakiti kepalamu? Ia menjawab: Ya,
beliau bersabda: Cukurlah kepalamu, dan sembelihlah kambing sebagai kurban,
atau berpuasalah tiga hari, atau berilah makan tiga sho’ kepada enam orang
miskin”. Ka’ab di dalam hadits menyatakan: Ayat ini turun karena aku, "فمن
كان منكم ……." Ia berkata: Ayat ini
diturunkan tentang saya, tetapi untuk kaliam semuanya, hadits riwayat al
Bukhary (1719) dan Muslim (1201). "الفرق" sama dengan tiga sho’, satu sho’ sama dengan 2400
gram. Dan selanjutnya diqiyaskan dengan bercukur, terhadap pelanggaran
serupa, misalnya istimta’, memakai minyak wangi, memakai pakaian berjahit,
memotong kuku, pendahulan persetubuhan, karena sama dalam hal bersenang-senang
(berhias).
(37) Berdasarkan firman Allah Ta’alaa:
“Sempurnakanlah ibadah haji dan umroh karena Allah. Jika kamu terhalang (oleh
musuh atau sakit), maka sembelihlah kurban yang mudah didapat” (al Baqoroh:
196). Pengertian: "أحصرتم" adalah: kamu terhalang untuk melanjutkan ibadah haji atau
umroh. Di dalam kitab Shohihain, bahwasanya Rasulullah saw.bertahallul di
Hudaibiyah, ketika dihalang-halangi oleh kaum musyrikin, ketika itu beliau
ihrom untuk ibadah umroh, (al Bukhary (1558) dan Muslim (1230), paling sedikit
seekor kambing yang sudah sah untuk udlhiyah (hewan kurban). Penyembelihan
kurban tersebut harus lebih dahulu sebelum bercukur, berdasarkan firman Allah
Ta’alaa: “Janganlah kamu mencukur kepalamu sampai hadiyah (kurban sampai di
tempat penyembelihan”. Hadits riwayat al Bukhary (1717), dari Ibnu Umar ra. ia
berkata: Kami keluar bersama Nabi saw. untuk ibadah umroh, maka orang kafir
menghalang-halangi di dekat Bait, maka Rasulullah menyembelih kurban seekor
onta, kemudian beliau bercukur.
(38) Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan, padahal kamu
sedang dalam keadaan ihrom, barang siapa yang membunuhnya dengan sengaja, maka
hukumannya adalah mengganti hewan seimbang yang dibunuhnya, menurut keputusan
dari dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadnya (hulkumannya), yang
dibawa sampai ke Ka’bah, atau denda dengan mambayar kafarat dengan cara memberi
makan kepada orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang
dikeluarkan itu, supaya dia merasakan
akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan
barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Dan Allah
Maha Kuasa lagi mempunyai kekuasaan untuk menyiksa manusia” (al Maidah:95).
Pengertian hewan seimbang adalah hewan serupa bentuknya atau yang mendekatinya
seperti hewan buruan, misalnya: kijang dengan kambing dst). Hadiyah/kurban
adalah hewan ternak yang sudah dipersiapkan untuk disembelih dia tanah haram
untuk disedekahkan kepada orang miskin. Puasa yang diwajibkan adalah sesuai
dengana jumlah hewan yang kemudian dibelikan bahan makanan, dan setiap satu mud
bahan makanan diganti dengan berpuasa satu hari.
(39) Dasar wajib dam dengan seekor onta badanah,
adalah fatwa sahabat ra. tentang hal itu, Malik telah meriwayatkan di dalam al
Muawathok (I/384) dari Ibnu Abbas ra., bahwasanya dia ditanya tentang seorang
lelaki yang telah bersetubuh dengan isterinya, padahal dia sedang berada di
Mina, sebelum ia melakukan thowaf ifadloh, maka Ibnu Abbas memerintahkan dia
agar menyembelih seekor onta badanah. Dan riwayat yang seperti itu dari Umar
dan anaknya yakni Abdullah dan Abu Hurairoh ra. Dan merujuk kepada seekor sapi
kemudian tujuh ekor kambing, oleh karena di dalam udlhiyah (kurban) sapi atau
tujuh ekor kambing sebanding dengan seekor badanah (onta gemuk). Adapun
pengembalian kepada bahan makanan dan berpuasa, oleh karena syari’at memberikan
pilihan untuk penggantian hewan buruan cukup dengan hewan yang seimbang, atau
berpuasa, maka hal ini dirujuk kepadanya, ketika adanya suatu udzur berdasarkan
tertib dam.
(41) Berdasarkan sabda Rasulullah saw. pada hari
terbukanya kota Makkah: “Sesungguhnya negeri ini harom sebab penghormatan
Allah, tidak boleh dipotong pepohonannya, tidak boleh dibunuh hewan buruannya,
tidak diabmbil barang luqothohnya, kecuali bagi mereka yang bermaksud untuk
mengumkannya, dan boleh dicabut rerumputannya”. Al Abbas berkata: Kecuali
tetumbuhan yang dikenal oleh penduduk Makkah, untuk kebutuhan sehari-hari, sesungguhnya
tetumbuhan tersebut diperuntukan sebagai bahan bakar atau atap rumah mereka.
Riwayat al Bukhary (1510), dan Muslim (1353), dari Ibnu Abbas ra.
(40) Berdasarkan firman Allah Ta’alaa: “Hadiyah
(kurban) yang sampai di dekat Ka.bah”, maka wajib pembagian daging kurban
tersebut atau bahan makanan kepada
orang-orang miskin di tanah haram, baik dia mukim atau musafir.
No comments:
Post a Comment